Selasa, 13 Februari 2018

Anak Kita Butuh Permainan, Bukan Mainan

Ditulis oleh: @elliyinayin
Pasca pengambilan Laporan Perkembangan Anak Didik (LPAD), KB TK Permata Hati Jebres Surakarta mengadakan Pentas Seni dan Seminar Parenting yang diagendakan pada Sabtu, 23 Desember 2017 bertempat di Islamic Center Kompleks Masjid Nurul Huda UNS.

Saat diinformasikan melalui grup WA sekaligus lewat undangan, saya sangat tertarik melihat tema dan pematerinya. Tema yang diangkat adalah “Keluarga Permata, Berkah di Dunia Bahagia di Akhirat” dengan pemateri Ust. Hatta Syamsuddin dan Ibu Rabiatul Al Adawiyah/ Bu Fida (Direktur KPPA Benih, Konselor Keluarga). Ada apa dengan si pemateri? Pak Hatta (seperti itu saya biasa menyapa beliau) adalah rekan kerja saya di International Office IAIN Surakarta (ISIO) saat saya masih bekerja di IAIN Surakarta. Oh, dunia sempit sekali rasanya. Dan pembicara perempuan ternyata adalah istri beliau. Serasi dan kompak sekali.

Kami pun disodorkan list konfirmasi kehadiran. Dengan semangat saya menyatakan akan hadir bersama Bapaknya Waf. Tidak sekedar untuk menghadiri seminar parenting namun kami sengaja meluangkan waktu khusus melihat Waf pentas. Hampir selama seminggu penuh setiap pulang sekolah dan selama menanti Bapaknya pulang dari kantor, Waf selalu menyanyikan lagu dengan lirik “Allahummagfirli Waliwalidayya Warhamhumma Kama Robbayani Shoghiira”. Saya pun penasaran sebenarnya lirik sepenuhnya seperti apa dan gerakannya seperti apa.

Sekitar 45 menit sebelum pembicara naik panggung, anak-anak menunjukkan hasil dari apa yang telah ia pelajari selama 1 semester penuh. Bergantian dari KB A, KB B, TK A, TK B, dan semua digilir berdasarkan kegiatan ekstra yang mereka pilih. Khusus untuk KB A kegiatan ekstranya dipilihkan Bu Guru yaitu ekstra gerak lagu. Setiap Kamis mereka menyanyikan dan menarikan lagu di atas. Dan mendekati hari H tampil maka makin seringlah mereka berlatih.

Akhirnya Waf muncul juga. Gemes lihatnya. Ia beserta teman-temannya didandani sedemikian rupa dengan aksesoris yang telah disediakan sekolah. Tampil lima menit, latihan lima bulan. Kalian adalah anak-anak yang luar biasa. Menurut saya, sudah berani berdiri di atas pentas itu luar biasa. Apalagi mau menggerakkan badannya saat lagu diputar.  Pentas yang  sangat menghibur para orang tua. Video saat pentas, dapat dilihat di https://www.4shared.com/video/WsZXBN1fca/VID-20180208-WA0007.html


Beralih ke seminar parenting

Pak Hatta sedang berbicara
Dari penjelasan kedua pemateri, ada dua hal yang menancap di pikiran saya.

Pertama, saat Bu Fida mengatakan bahwa Ibu telah menghilangkan fitrah anak. Eitsss apa-apaan ini batin saya. Saya pun penasaran dengan penjelasan beliau. Menurutnya, anak terbangun dini hari karena ngompol/pipis itu sudah menjadi fitrah. Fitrahnya ia menangis dan minta dibersihkan dari najis. Eh, malah kita pakaikan pospak. Bu Fida pun juga sempat menyentil soal anak yang “diasuh/dititipkan” simbah karena alasan ibu bekerja. Hingga candaan pun dilontarkan Bu Fida.

Yang mbobokin? Simbah

Yang bangunin? Simbah

Yang mandiin? Simbah

Yang nyuapin? Simbah

Yang ngantar sekolah? Simbah

Yang ngantar ke posyandu? Simbah

Jangan-jangan kemarin bukan hari ibu. Tapi hari??? SIMBAH

Seluruh ruangan menjadi riuh penuh gelak tawa. Bu Fida pun memberi keterangan lebih jauh bahwa kita sebagai orang tua harus tegas dan disiplin tapi bukan galak. Ia menambahkan bahwa simbah cukup diberi tugas untuk menyayangi cucu, bukan mengasuhnya. Karena sejatinya asah (mengasah), asih (mengasihi), asuh (mengasuh), ketiganya adalah tugas orang tua.

Kedua, saat Pak Hatta mengatakan anak kita butuh permainan, bukan mainan. Kemudian saya berpikir panjang dan mendengarkan keterangan beliau dengan seksama. Beliau mencontohkan saat anaknya minta dibelikan sebuah pistol mainan. Karena beliau belum sempat membelikan, maka si anak berkreasi membuat pistol sendiri dengan bahan bambo. Ia bangga menunjukkan pistol tersebut kepada Abinya. Lalu Pak Hatta menyampaikan kepada hadirin, “Setelah melihat anak bangga dengan karyanya, saya tidak jadi membelikan pistol mainan yang ia inginkan. Mengapa? Karena saya akan merusak, menjatuhkan mental dan kreasi yang telah ia ciptakan. Nanti akan terkesan bahwa pistol dari toko lebih baik dari pistol kreasinya. Padahal pistol yang membuat ia bangga itulah yang terbaik. Biarkan imajinasinya tumbuh. Sejatinya anak kita butuh permainan, bukan mainan.”

Keterangan Pak Hatta mengingatkan saya pada sebuah artikel tentang bagaimana orang tua seharusnya bisa menjadikan semua barang di rumah menjadi mainan. Misalnya,(1) dengan bantal guling yang ada kita membuat terowongan, (2) dengan badan kita, kita beraksi seperti kuda, (3)  dengan kertas koran seadanya kita membuat topi (4) dengan kertas koran, kita dapat menyobek, meremas, lalu membuat bola untuk dilempar, (4) dengan pohon, kita bisa bermain memanjat, (5) dengan piring sendok sungguhan, kita pura-pura makan di restoran, (6) dengan boneka, kita bisa bermain peran siswa dan guru, dsb.

Yakinlah bahwa anak akan jauh lebih bahagia saat kita turut serta dalam permainan-permainan yang ia ciptakan. Keterlibatan kita dalam permainan itulah yang membuat mereka sangat senang. Dengan demikian daya kreatifitas untuk memproduksi akan selalu hidup, tidak mati karena gadget atau mainan yang serba instant.

Berikut beberapa permainan Wafa yang tertangkap kamera dan video.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar