Ditulis oleh @elliyinayin
Pagi-pagi datang kira-kira pukul 07.30 WIB, saya harus sudah mulai
melipat tissu, menata kursi dan memastikan meja sudah bersih. Menyapu jika ada
sedikit kotoran yang jatuh. Membersihkan wastafel jika tampak sedikit sisa
makanan yang berceceran. Pekerjaan itu tidak saya lakukan sendiri, namun ada
beberapa partner. Kalau sedang sepi
pelanggan pada jam-jam tertentu, maka saya dituntut
untuk kreatif dan peka melihat pekerjaan teman yang mana yang perlu dibantu.
Saya ingat sekali saat di lantai dua akan ada sebuah pesta pernikahan.
Seharian saya mengelap piring, lepek, sendok, garpu dan segala alat yang akan
digunakan. Bisa kalian bayangkan betapa tangan ini sakit seharian mengelap
barang-barang tersebut. Lebih berat lagi dan tidak tega saat saya mengetahui
teman-teman saya yang laki-laki diminta bos untuk memasukkan dan mengeluarkan
kembali kursi-kursi yang akan dipakai. Apa yang saya lap, kira-kira berjumlah
200 s/d 300
pcs untuk satu jenis alat, jadi bisa dikalikan sendiri. Dan pekerjaan itu akan
terulang kembali jika keesokan harinya ada pesanan lagi. Saat mengelap sudah
usai, maka keringat pun bercucuran,
ehh ini beneran lho J Oh tidak, tentu saya harus membantu
teman saya yang lain untuk menata meja lalu menutupinya dengan kain yang telah
disiapkan lalu memasangnya dengan paku pines. Ups, ini benar-benar membuat saya
mengucurkan air mata, karena sangat sulit bagi saya yang tidak punya kuku
panjang dan tidak ada bantuan alat dalam memasang dan melepas paku pines. Ujung
kuku saya selalu merah dan hampir berdarah sedangkan telapak tangan saya, ya
gitu deh rasanya. Sakit lagi, saat teman laki-laki mengatakan, “Manja banget
sih Mbak, gitu aja ga bisa.”
Tidak berhenti sampai disitu. Sebelum mempelai datang, ada seorang
teman lagi yang bertugas untuk memastikan bahwa ada sekelompok yang lain yang
telah menata, mulai dari membuat teh, menata gelas untuk dituangi minuman karbonasi
dan air mineral, memastikan dekorasi sudah tertata rapi, meja sudah tercover
sesuai pesanan, snack jumlahnya tidak kurang, hingga main course yang
tidak basi.
Well, saat acara berlangsung, saya dipercaya untuk menuangkan
spirtus dan membawa korek api untuk dinyalakan saat nasi, lauk, sup dituang
dalam wadah. Bagi saya itu sebuah kehormatan, mengingat spirtus dan korek api
adalah kombinasi yang sangat berbahaya. Bayangkan saja, jika saya menaruh
dendam dengan Bu dan Pak Bos, tentu saja dengan mudah saya membakar resto dan tempat tinggalnya.
Hehehe… tapi itu tentu tidak akan saya lakukan. Saya masih waras J
Saat pesta ala prasmanan, maka saya harus segera membersihkan segala
gelas, piring, mangkuk yang diletakkan para tamu secara sembarangan. Namun, jika
pesta ala piring terbang alias bukan prasmanan, maka saya dan kawan-kawan harus
bekerja extra keras, gerak cepat untuk “melemparkan” piring-piring tersebut ke
para hadirin sekaligus menarik piring kotor yang ada di bawah kursi para tamu.
Capek? TENTU. Berkeringat? SANGAT. Pekerjaan sebagai pramusaji itu sangat multitasking dan menguras tenaga.
Selain kerja fisik, anda juga dituntut untuk selalu senyum kepada para
customer. Kami pun tidak boleh saling iri, antara yang kerja di tempat dingin
(area makan dan pelayanan) dan di tempat panas (area teman-teman yang masak di
dapur).
Apakah saat para tamu yang hadir di pernikahan mulai pulang, maka
pekerjaan kami juga usai? TENTU TIDAK. Kami masih harus membuang sisa makanan
tamu, mengumpulkan semua piring, gelas, sendok, garpu dan semuanya. Menumpuk
kursi dan memasukkannya di gudang, menggulung karpet merah. Mengembalikan
panci-panci yang menu nya kami pesan dari luar serta mengepel seluruh ruangan.
Saat itu, saya mengenal seorang perempuan yang usianya sekitar 35 sd
40 an. Saya tidak mengetahui namanya. Yang saya tahu, jobdesnya dari pukul 7 pagi hingga 9 malam hanyalah mencuci
piring, gelas dan segalanya. Saya sempat shocked saat mengetahui, dia
adalah satu-satunya tukang cuci di resto tersebut.
Jadi, teman-teman bisa membayangkan, dibalik usaha kuliner/resto
yang sukses, ada seorang pramusaji, tukang cuci piring, tukang angkat-angkat
kursi, sopir yang siap sedia mengantarkan alat dan makanan ke spot yang akan
dituju dan segala hal yang mendukungnya untuk sukses. Mereka semua bekerja
tulus ikhlas demi rizki yang halal. Namun, seringkali seorang customer membutakan diri akan sebuah
behind the scene sehingga makanan tersaji di meja.
Kami lebih sering menerima keluhan dibanding
pujian. Tips pun tak seberapa dan jarang. Di resto tempat saya bekerja, uang
tips akan dikumpulkan oleh bagian kasir sebagai celengan seluruh karyawan.
Tujuannya jika sewaktu-waktu ada piring, gelas, atau apapun yang pecah karena
kesalahan kita, maka uang tersebut digunakan untuk menggantinya. Sadis abis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar