Selasa, 13 Februari 2018

Mbah, Ayo Besok Naik Haji



Ditulis oleh: @elliyinayin

Setiap akan outing class, sepertinya Wafa selalu menyambut dengan gembira. Outing class sudah terjadwal. Misal bulan ini renang, bulan depan outbound, bulan selanjutnya kunjungan ke kebun binatang dst. Semua kegiatan tetap menyesuaikan materi di kelas. Jadi saya yakin kalau outing class pasti ada manfaatnya. Toh kami selaku wali murid tidak dibebani biaya lagi karena semua biaya kegiatan sudah dibayar di awal.

Hari itu saya mendapatkan informasi via grup WA bahwa besok ananda akan melaksanakan manasik haji di Donohudan, Boyolali. Sudah ada catatan bahwa anak harus membawa apa dan apa, tidak boleh membawa ini dan itu, serta mengenakan kerudung dan baju putih. Puyeng lah saya. Waf tidak memiliki baju putih maupun kerudung putih. Masak iya sih hanya untuk moment 1 kali di kegiatan sekolah saya harus membelikan baju baru? hehehe....Tak kehilangan ide, saya japri kakak-kakak saya untuk cari pinjaman  baju dan jilbab putih. “Ini ada, semoga tidak kegedean. Ini dulu dipakai oleh Jien (ponakan saya) juga untuk manasik haji saat dia TK,” kata kakak saya no.2. Alhamdulillah dapat baju pinjaman. Kerudung juga dapat pinjaman dari Nenek. Hemat sedikit lah ya,,,jiwa emak-emak  mulai muncul nih.

Malam itu kebetulan Mbah Kakungnya Waf sedang berkunjung di rumah. Waf dengan riang mengatakan, “Mbah, ayo besok naik haji.” Mbah Kakungnya Waf sudah pernah umroh 1 kali namun belum berangkat haji (semoga list calon jemaah hajinya segera naik ya, Amin). Beliau usianya lebih dari 72 tahun. Simbahnya langsung tanya, “Apa Nduk? Kemana?”. Saya pun menjelaskan bahwa Waf ngajak jenengan naik haji besok pagi. Kalau saya berada di posisi simbah, pasti saya akan menangis seketika. Seorang anak yang belum mengerti naik haji, seorang anak yang belum paham perjuangan para calon jamaah haji, dengan entengnya mengajak naik haji. Waf memaknai bahwa naik haji adalah jalan-jalan naik bus. Nampaknya kata-kata “ayo naik haji” ke simbahnya seperti gurauan belaka. Namun tidak bagi saya. Seketika Waf mengucap, “ayo naik haji  Mbah”, saya langsung mengAmini.

Dengan kostum serba putih yang saya dapat dengan usaha meminjam, pagi-pagi Waf mengatakan ke Bapaknya, “Waf mau naik haji. Ayo Pak naik haji sama Waf.” Berulang kali ia katakan hingga akan berangkat ke sekolah. Perjalanan menuju sekolah, saya berulang kali mengucap kalimat talbiyah di motor. Mengenalkan Waf dengan jawaban “Labbaik” , kita segera penuhi panggilan ke Baitullah.




Sepulang dari manasik haji, Waf masih memiliki cerita yang sama.

“Waf tadi naik haji Bu”

“Waf tadi lari-lari disana Bu”

“Waf tadi naik haji sama Bu Yani sama Bu Muti”

“Waf tadi naik haji naik bus”

“Waf tadi naik haji, Ibu nggak diajak”

Apakah yang dimaksud lari-lari adalah Sa’i dan tawaf, atau dia berlari sesuka hati. Saya tidak mengerti.

OMG, saya harus tetap tersenyum dan selalu tampak bahagia meski ceritanya akan selalu sama. Saya berusaha merespon sepositif mungkin agar cerita itu tetap mengalir lancar dari bibir mungilnya.



Keesokannya, cerita masih sama.

Bulan berikutnya, LPAD pun datang. Saya menerima foto dia dengan didandani kostum ihram. Ya ampun, lucunya luar biasa. Dan kata Bu Guru, hanya ada 4 anak dari semua siswa KB A yang mau foto dengan kostum putih-putih. Makin Alhamdulillah.


Bulan berikutnya, jangan dikira Waf lupa dengan manasik haji. Malah tambah terkenang, karena ada materi “Ka’bah diserang Raja Abrahah”. Di rumah ia katakan, “Disana lho Bu, di naik haji ada Ka’bah. Ka’bahnya diserang Raja Abrahah”. Setiap lihat foto manasik haji, ia juga mengatakan hal yang serupa, seputaran manasik haji.



Bulan berikutnya, Februari 2018, tak sengaja ia menemukan foto saya dan neneknya dengan latar belakang Ka’bah. Ia makin excited dan pura-pura bertanya. “Ini apa Bu? Ini apa? Ini gambar apa?”. Saya tanya balik, “Itu gambar apa Waf?” Ia menjawab, “Gambar Ka’bah”. Saya informasikan ke dia bahwa Ibu dan Nenek dulu pernah ke Ka’bah. Titik. Usai sudah cerita Ka’bah dan naik haji.

Hal inilah yang saya sukai dari kegiatan outing class. Kenangan di lokasi dan apa yang ia lakukan begitu tertancap tajam di memorinya. Doakan kami sekeluarga agar dapat segera naik haji. Kami juga turut mendoakan agar para Guru di KB TK Permata Hati Jebres Surakarta segera dipanggil untuk ke Baitullah, tidak hanya mengantarkan anak-anak manasik haji setiap tahun. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar