Selasa, 13 Februari 2018

Orang Baik Itu Masih Ada

Ditulis oleh @elliyinayin
Pada November dan Desember 2013, saya tinggal di sebuah asrama di Ciputat dikarenakan beasiswa dari Kementerian Agama Republik Indonesia. Beasiswa tersebut mencakup uang makan dan jajan harian. Sabtu dan Minggu kami mendapat jatah libur , dan kamibebas untuk beraktifitas.

Saat itu hari Minggu, saya memang berencana untuk menemui mas ipar saya di salah satu gedung di sebelah gedung MPR DPR RI. Saya juga berencana berkeliling Jakarta dengan bus Transjakarta yang fenomenal itu bersama teman kamar saya, Linda. Saya sengaja membawa uang saku penuh dari panitia untuk hidup di bulan Desember dengan tujuan disetortunaikan di ATM. Faktanya, saya malah lupa mampir ATM, dan uang cash tersebut masih ada di dompet saya hingga siang hari.

Mereka orang-orang hebat yang menjadi partner belajar saya selama proses beasiswa pembibitan alumni. Linda berada di baris kedua dengan kerudung warna biru langit
Jakarta, Ibu kota NKRI, di sinilah tumplek blek orang mengais rejeki. Orang-orang berfikir hidup di Jakarta itu menjanjikan. Tapi saya kok hanya melihat tingkat kriminalitas yang makin hari makin meningkat saja. Terlepas dari berbagai pengamatan saya, setelah saya bertemu kakak ipar, saya melanjutkan perjalanan. Masih dengan Transjakarta, kami berkeliling mengikuti rute yang telah ditentukan Transjakarta. Akhirnya kami memutuskan untuk meluangkan waktu di Masjid Istiqlal, sholat Dzuhur dan istirahat sejenak.

Sebelum masuk Masjid, kami makan lontong sayur tepat di depan gerbang Masjid. Enak dan murah, recommended lah, :) Setelah itu kami menuju toilet, saling bergantian agar barang bawaan tetap dalam keadaan aman. Selanjutnya kami sholat Dzuhur. Pasca solat, saya sengaja mengambil Qur’an untuk mengisi waktu saja. Tanpa saya sadari, saat mengembalikan Qur’an, saya begitu ceroboh meninggalkan tas ransel berisi barang-barang termasuk dompet dan uang cash di dalamnya. Nothing happens, all is well saat itu. Lalu adzan Asar berkumandang, kami sholat jamaah. ENG ING ENG, ABRAKADABRA, setelah melipat mukena, saya merogoh tas ransel hingga bawah, mengobok-oboknya, dan seketika itu saya sadar bahwa dompet saya diambil orang yang ada di masjid (note: bukan dimaling ya, hanya dia ambil tanpa ijin saya).

Mengecek semua langkah kaki yang kami lewati, sudah. Lapor security masjid setempat juga sudah, yang ada kami malah dimarah-marahi. Hopeless. Saya sudah tidak bisa berpikir lagi. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Saya sampaikan ke calon suami (sekarang sudah resmi suami) tentang hilangnya dompet saya. Dia menyarankan agar saya segera lapor polisi untuk membuat surat keterangan hilang. Ah.. benar sekali saran dia. Yang berharga itu bukan uang nya, bukan dompetnya, tapi kartu - kartu yang harus saya urus di Solo kemudian hari. Saya bertanya petugas Masjid, agar menunjukkan dimana kantor polisi terdekat. Jalan kaki kurang dari sepuluh menit, saya memasuki kantor polisi POLSUBSEKTOR PASAR BARU.

***

JENG JENG JENG, babak baru dimulai. (Saya, Polisi 1 dan Polisi 2)

Saya: "Sore Pak, saya mau buat surat kehilangan."

PL 1: "Yang hilang apa?"

Saya: "Dompet Pak."

PL 1: "Ya, saya buatkan sekarang."

PL 2: "Hilang dimana?"

Saya: "Masjid Istiqlal Pak."

PL 1: "Sebutkan Nama"

Saya: "Elliyina"

PL 1: "TTL"

Saya: (Pre memori)

PL 1: "Agama"

Saya: "Islam"

PL 1: "Alamat"

Saya: (Pre memori)

PL 2: "Lho orang Solo to?"

Saya: "Iya Pak."

PL 2: "Wah tonggo nu, aku orang Jogja."

Saya: "Hmmm," saya menggumam.

PL 1: "Yang hilang apa saja?"

Saya: "Kartu A, B, C, D, E, F, G"

PL 1 : "Coba tunjukkan KTP ke saya."

Saya: "Hilang Pak," saya mulai agak emosi. "Hilang semua Pak, semua ada di dompet."

PL 1: "Oh iya, bisa sebutkan No KTP, dan nomor-nomor yang kamu ingat?"

Saya: "Bla bla bla" (Alhamdulillah saya mencatat semua nomor yang beliau minta di note HP)

PL 2: "Lha sekarang tinggal dimana?"

Saya: "Di Ciputat Pak, dapat beasiswa."

PL 2: "Terus nanti pulang masih ada uang?"

Saya: "Ya ga ada, wong hilang semua.

Lin, kamu masih ada uang kan? (sambil nyikut)

Linda: "Ada."

Saya: "Gampanglah Pak nanti gimana."

***

Saya: "Sudah Adzan Magrib, solat sekalian aja yuk Lin."

Linda: "Jalan ke Masjid lagi?"

Saya: "Nggak, aku masih sakit hati dengan orang yang ngambil dompetku. Solat di kantor polisi aja. Ada Mushola to Pak di sini?"

PL 2: "Iya ada, kecil, silakan kalau mau solat."

Saat saya sudah wudu, Linda juga sudah wudu, tiba-tiba PL 2 ikut-ikutan masuk toilet. Eh beberapa detik kemudian, dia keluar dari toilet dan menyodorkan uang warna biru ke saya. Saya sama sekali tidak berniat menolak, tapi saya tidak bisa menerima secara langsung karena takut tidak sengaja tersenggol dan batal wudu. Kata PL 2, “Sudah terima saja, tidak apa-apa, nanti uang ini buat kamu pulang ke Ciputat.” PL 2 melempar uang di pangkuan saya.

Saat itu hati saya amat sangat trenyuh dengan kebaikan PL 2. Hari gini masih ada orang baik. Kenapa saya katakan baik, karena saya melihat ekspresinya yang begitu tulus memberikan bantuan. Tangannya begitu ringan. Wajahnya tidak menyimpan pamrih untuk dipuji. Sama sekali saya tidak menemukan ekspresi negatif pada wajahnya (Semoga Allah membalas kebaikannya berlipat-lipat). Dan saya juga dibebaskan dari biaya administrasi pembuatan surat kehilangan. Saya merasa beruntung. Saat itu juga saya ikhlas dengan hilangnya dompet dan uang cash di dalamnya. Uang cash dari negara yang kehalalannya wallahua’lam. Pak Polisi 2 adalah orang awam yang baik pertama yang saya temui.

Surat keterangan hilang dari kantor polisi



Selang beberapa minggu, masa belajar di Ciputat berakhir. Tanggal 24 Desember 2013, malam hari saya sudah sampai di rumah. Saya tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah surat yang diselipkan oleh pak Pos di bawah pintu rumah. Saat itu rumah kosong, karena Abah dan MamaK sedang Haul di Bangil. Well, saya buka surat tersebut, saya surprise bukan main. Saya temukan KTP saya di dalam amplop tersebut, dibungkus dengan sepucuk pesan. Saya deg-degan. Jangan- jangan si maling masih punya hati untuk mengembalikan KTP saya. Ternyata TIDAK. Pesan itu bertuliskan: Elliyina, saya menemukan KTP ini di got selokan di wilayah saya. Saya Ketua Rt xxx Rw xxx, daerah xxx. Karena saya melihat bahwa KTP ini masih berlaku maka saya kirim ke alamat tertera. Jika amplop ini sampai ke Elliyina, mohon hubungi nomor di bawah ini xxxxxxxxxx, saya atas nama xxx Ketua RT xxx.

Kaget sekaget kagetnya. Terimakasih ya Allah Engkau telah mengirim orang baik lagi kepadaku. Karena melihat cap pos surat dikirim berselang 2 minggu setelah dompet itu hilang. Dan saya benar-benar tidak menyangka KTP itu pulang sendiri ke alamatnya tanpa saya harus ribet dan ruwet ngurus pembuatan KTP baru. Pak RT tersebut adalah orang awam baik kedua yang saya temui.



Malam, saya tiba di asrama, teman-teman menanyakan tentang “Kok bisa dompet hilang di masjid.” Saya pun jawab sebisa mungkin. Selain takdir, saya memang tidak ingin menyalahkan si maling, karena saya merasa ceroboh meninggalkan tas, dan itu adalah salah saya. Dompet hilang adalah salah saya.

Yang mengesankan dan makin membuat saya ikhlas adalah:
  1. Teman yang bernama Munawir mengatakan: "Sudahlah Yin, ikhlaskan saja, mungkin yang mengambil dompetmu itu lebih butuh uang tersebut dibanding kamu."

  2. Teman yang bernama Al Farabi mengatakan: "Sudahlah Yin, ikhlaskan saja dan ambil hikmahnya dari kehilangan dompet."
Tapi yang gregeti adalah, saya bingung, pada bulan Desember tsb saya harus makan dengan uang siapa? #kosongkan tabungan#

Hikmah dari hilangnya dompet:
  1. Masjid merupakan tempat ibadah, namun di dalamnya tidak semua orang beribadah adalah orang baik. Hati-hati, makin ramai masjid, makin banyak maling.

  2. Kalau bepergian, bawalah uang cash secukupnya.

  3. Yakin bahwa setiap kesulitan (dompet hilang) pasti ALLAH memberikan kemudahan (Pak Polisi 2 dengan surat kehilangannya dan Pak RT bersama KTP saya)

  4. Jakarta memang ibukota, dan benar kata teman bahwa Ibu kota lebih kejam daripada ibu tiri, hehehe...
Berikut alasan saya mengapa menuliskan kisah ini dengan cukup detail. Saya sudah berjanji pada diri saya sendiri bahwa akan mengabadikan kejadian tersebut dalam sebuah tulisan. Saya sangat terkesan dengan kebaikan Pak Polisi 2 dan Pak RT. Dua orang yang sama sekali tidak saya kenal, namun tulus membantu orang yang sama-sama tidak mereka kenal juga. Dompet dan isinya akhirnya tidak ada artinya bagi saya ketika saya menerima kebaikan yang disampaikan melalui hamba-hambaNya. Terima kasih. Semoga ALLAH membalas kebaikan kalian berlipat-lipat. Akhir kata, percayalah bahwa orang-orang baik itu masih ada.

1 komentar: