Sabtu, 24 Februari 2018

Sering-seringlah memberi tips kepada pelayan: 10 Hari Menjadi Pelayan Restoran (Bagian 1)


Ditulis oleh @elliyinayin

Saya sempat bekerja di sebuah institusi pendidikan tinggi negeri di Kota Bengawan sekitar 3.5 tahun. Sering kali saya menghadiri sebuah acara karena sebuah tugas liputan maupun murni hadir karena undangan. Tak jarang pula, di tengah acara maupun akhir acara, dalam kegiatan tersebut diselingi dengan coffee break dan santap siang, yang terkadang disajikan dalam bentuk snack box dan lunch box maupun self service (prasmanan).

Kantor mengadakan acara Halal Bihalal dalam rangka merayakan hari raya Idul Fitri 1437 H yang diselenggarakan di gedung lantai 3 (note: gedung tanpa lift). Setelah prakata sambutan dan sedikit pembinaan dari pimpinan, maka kami dipersilakan untuk santap siang ala prasmanan. Disana ada menu pembuka, seperti sosis goreng dan jajan pasar. Ada main course berupa nasi serta lauk pauk dan lontong opor ayam. Sedangkan untuk menu penutup tersedia es buah. Air mineral, teh hangat pun tersaji.

Namun, dalam tulisan ini, bukan menu maupun apa yang tersaji dalam prasmanan tersebut yang menjadi fokus saya. Saya lebih menyoroti sebuah behind the scene sehingga santapan tersebut dapat tersaji rapi di meja.

Tahun 2013, saya pernah bekerja di sebuah resto di daerah Keprabon, Solo. Resto tersebut milik  Cina. Meskipun akhirnya saya hanya bertahan 10 hari, namun bagi saya 10 hari tersebut sangat bermakna dan membuka mata saya lebar-lebar tentang dunia kuliner dan event.

Sebelum berbicara tentang bagaimana beratnya pekerjaan seorang pramusaji dan koki di dapur. Saya akan menyampaikan tentang alasan saya sengaja melamar  menjadi seorang pramusaji di resto tersebut. Saat itu, saya sedang mengajar di sebuah sekolah perhotelan dan pelayaran. Meskipun saya mengampu mata kuliah Bahasa Inggris, namun tentu saja butuh pengalaman riil tentang sebuah service di sebuah hotel, khususnya melatih good behavior dan manner, serta melatih interaksi antara customer dan servant. Saya juga dituntut untuk mengerti dan memahami perasaan seorang pramusaji yang lebih sering mendapat complain dibanding pujian. Tidak hanya sampai disitu, saya pun juga harus mampu untuk memberikan solusi kepada siswa-siswi saya saat mereka melempar berbagai pertanyaan yang lebih mengarah pada praktik dibanding teori.  Pada intinya, saya butuh pengalaman nyata dan mengasah psikis saya agar peka dengan apa yang diinginkan oleh customer.

Pernahkan terlintas di pikiran anda betapa berat mengangkat meja, piring, gelas, dsb hingga lantai 3 tanpa lift? Itu sangat berat kawan. Kisah detailnya ada di bagian 2 ya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar