Rabu, 28 Februari 2018

Gegara Kucing Lahir di Internit, Saya Call 911 Indonesia (bagian 3)

Ditulis oleh @elliyinayin

Apakah masalah bayi kucing ini telah berakhir? BELUM
Tetangga depan rumah turut saya rempongi karena saya tidak tahu harus membawa kemana dan harus bagaimana terhadap 4 bayi ini. Dan mereka menakut-nakuti saya kalau nanti induknya datang pasti dia bingung dan marah mencari bayinya. Kata petugas bayi ini masih berusia 1,5 bulan dan belum bisa makan. Bayi kucing masih mimik ASI eksklusif dari simboknya. Kalang kabut saya kudu bagaimana.

Tetangga A menyarankan saya agar meletakkan kardus dengan 4 bayi kucing di depan rumah tetangga B yang punya dan suka kucing. Saya pun manut, meski sebenarnya saya kurang setuju karena tetangga B rumahnya sedang kosong, semua sedang kerja dan sekolah. Masak saya menyerahkan kucing tanpa ijin, wagu banget kan... Bodo amat pikir saja asal si bayi tidak di rumah saya. (Jangan dicontoh ya, ini tidak baik).

Hujan deras mengguyur  Solo. Seorang cat lovers menghubungi saya dan memberikan kontak ketua cat lovers solo (Toufik Noval Salim). Ia menyarankan agar saya menghubungi Mas Toufik untuk menyerahkan bayi kucing karena ada yang bersedia adopsi. Legaaaaaaaa sekali hati ini.
Singkat cerita, saya kontak Mas Toufik. Ia menjanjikan akan mengambil di rumah saya pukul 13.00 WIB. Tapi apa yang terjadi??? Mas Toufik belum muncul. Pukul 16.00 WIB tetangga B menyambangi rumah saya. Deg,,saya takut karena merasa bersalah. Ia tidak terima kalau saya meletakkan bayi kucing sembarangan, padahal mereka belum bisa makan. Ya Allah,,,, saya harus bagaimana?

Ngeles pun saya lakukan. “Iya Bu. Saya minta maaf. Ini 30 menit orang yang mau adopsi kucing datang kok,” kata saya merasa bersalah.

16.30 WIB Mas Toufik datang. Dengan lemah lembut ia mengambil bayi kucing. Dengan kardus seadanya ia menutupi dengan plastik dan berpesan kepada saya kalau induknya ketemu tolong kabari. Biarkan induk dan anaknya diadopsi bersama. “Ini bayi kucing masih takut Mbak. Ini kali pertama ia berinteraksi dengan manusia. Ia takut. Ia ingin bersama induknya. Nanti kalau induknya mencari anaknya tidak ketemu, maka ia akan stress dan mati. Seperti seorang ibu yang kehilangan bayinya, biasanya stress berat  Jadi tolong kalau induknya lewat, ditangkap dulu, lalu kabari saya,” jelasnya.

Sumpah saya sangat merasa bersalah saat mendengar kata stress dan mati. Dosa...saya sangat merasa berdosa memisahkan induk dan bayinya. Hiks..hiks..hiks...
Akhir cerita, induk sesekali lewat di depan rumah saya. Tapi tak seorang pun berani menangkapnya. Dan bayi kucing telah hidup layak dengan tenang bersama keluarga barunya.

Jadi, seperti itulah efek nyata media sosial. Perannya sangat luar biasa. Dibully IYA, terbantu juga IYA. Melalui medsos silakan bijak ingin membully atau membantu sesama. Selesai.

proses penyelamatan

proses penyelamatan

akhirnya selamat

bersama Mas Toufik, 4 bayi kucing hidung tenang dan layak

bersama Mas Toufik, 4 bayi kucing hidup bersama keluarga baru, sembari menunggu Ibu yang akan mengadopsi mereka

Selasa, 27 Februari 2018

Gegara Kucing Lahir di Internit, Saya Call 911 Indonesia (bagian 2)

Ditulis oleh @elliyinayin

Dibully di medsos

Inilah kali pertama saya dibully habis-habisan di media sosial gegara kucing. Saya menulis status seperti di bawah ini dengan menggunakan huruf kapital:
Urgent, butuh bantuan ambil dan buang kucing dan anak-anaknya yang baru lahir. Tolooong, gilo banget ki. Lokasi di atas internit gedhek, Ngoresan, Jebres, Solo. WA 085742979600
Apa yang terjadi kurang dari 24 jam?
Notifikasi komentar negatif satu per satu masuk. Yang positif mbelain saya juga ada kok.
Ada yang membuka diri dengan menulis: Kalau mau antar, aku mau nampung mbak
Ada yang menanggapi sangat negatif:
Bisa nggak minta tolongnya lebih sopan dan etis?
Panjenengan itu kuliah di xxxx (dia sebut nama almamater saya) Dalam agama diajarkan juga budi pekerti. Kucing itu binatang yang amat mendapat permisif dalam agama panjenengan. Boleh gilo, tapi tidak usah dikatakan. Kalau panjenengan berani buang anak-anak kucing itu sembarangan dan tidak diserahkan kepada  orang yang bisa merawat kucing itu dengan baik, jenengan berhadapan dengan cat lovers solo.

Ini profilnya, xxxx (dia sebut nama almamater saya). Muslim postingan mintak buangin kucing karena jijik. Gk salah lihat saya...baru ini muslim jijik sama kucing yang pernah jadi kesayangan Nabi. Situ waras??

Dst, masih banyak juga yang negatif. Ada dari orang yang sama, ada pula yang beda orang. Yang jelas komentar negatif berasal dari cat lovers yang mungkin 24 jam bersama hewan kesayangannya dan mereka lupa kalau hidup tak hanya urusan kucing belaka.

Ada pula yang sedikit belain saya:
Ya Allah cats lovers kalau nyakar lebih sakit daripada kucing yang mau di rescue , soalnya yang dicerca pendidikan sama agama cuma gara-gara kalimat yang kurang bisa diterima. Semoga yang posting diberi ketabahan.

Aneh, wong takut (bahasa Jawanya gilo) kok diperpanjang persoalannya ke forum cat lovers. Prasaan si pemosting maunya mencari orang yang mengadopsi kucing (BUKAN membuang) deh, bukankah seharusnya memang begitu?! Masak takut (bahasa Jawanya gilo kok mau dipaksain buat berada di dekat kucing).

Salah satu dari komentar yang bertebaran sangat membantu. Ia benar-benar memberi solusi. Ia menyarankan agar saya menghubungi TIM SAR UNS. Ia juga memberi nomor telponnya sekalian.

Dan komentar yang lain meminta agar saya memberi klarifikasi dari maksud membuang kucing. Akhirnya tanpa berat hati saya pun menulis sebuah pernyataan di bawah status pertama saya. Seperti ini kata-katanya:
Alhamdulillah banyak yang komentar ke status yang ternyata sangat sensitif bagi cat lovers.
Saya secara pribadi minta maaf terkhusus kepada cat lovers, secara umum kepada animal lovers dan sesama manusia. Maaf atas status tersebut.
Tidak ada maksud untuk menghilangkan nyawa para kucing. Saya hanya bermaksud untuk memindahkan dan menawarkan para kucing itu agar mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Karena saya dan suami tidak mampu dan tidak sanggup merawat mereka. Plus ga punya ilmu merawat mereka.

Sekali lagi tidak ada maksud untuk menghilangkan nyawa mereka ya. Dan para cat lovers tidak tau keadaan dimana para anak kucing itu berada bersama induknya. Saya sudah minta tolong para tetangga dengan baik-baik. Semua menolak. Bahkan saya minta tukang bangunan yang dekat dengan rumah, mengecek posisi kucing pun mereka enggan. Lalu saya nyetatus karena saya cukup putus asa. Eh alhmdulillah pada memberi positif respon.

Ohya please tidak perlu singgung almamater dst, karena ini murni kesalahan kata-kata saya dalam meminta tolong.

Sangat berharap ada yang segera datang kerumah dan merawat mereka dengan lebih layak.


Selang sehari nyetatus dan memberi klarifikasi, esok pukul 07.00 (14/12/2017) saya telpon TIM SAR UNS. Saya menyampaian detail tentang keberadaan bayi kucing. Mereka datang selang 30 menit kemudian.
Luar biasa. Diluar dugaan saya, mereka datang sangat cepat. Meski hanya dua orang, tapi mereka sangat gesit, terampil dan sangat terlatih.

Saya hanya bisa bengong melihat aksi si Mas tersebut yang naik di internit rumah. Ia naik dengan bantuan tangga reot seadanya. Ia katakan kalau total ada 4 kucing dan 1 kucing terjepit di genteng. Tidak mungkin mengambil bayi kucing dari internit. Akhirnya si Mas turun dan mencari alternatif cara lain. Beberapa genteng  dibuka dan akhirnya seluruh kucing terselamatkan. Saya meminta mereka agar membawa bayi kucing. Tapi mereka menolak mentah-mentah. “Tugas kami hanya mengevakuasi nyawanya Bu. Kami tidak bisa membawanya. Jika ingin diberikan ke orang ya silakan. Tapi kami tidak mungkin membantu untuk merawatnya,” jelas petugas. Sebelum mereka berlalu saya segera ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya. Dengan bantuan TIM SAR UNS saya merasa memiliki 911 di Indonesia. Saya kira ini tidak berlebihan. Disaat anda tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa lagi, eh tiba-tiba solusi tersebut datang, 911 banget kan, he he he...

Bersambung di bagian 3
status saya

status minta maaf sebagai klarifikasi


Mulai membully

Mulai membully

ada juga yang mbelain

komentar solusi

Senin, 26 Februari 2018

Berbahagialah Anda Jika Masih Memiliki Mertua

Bapak Ibu Mertua
Ditulis oleh @elliyinayin

Seharusnya anda bahagia jika masih memiliki mertua. Mertua adalah orang tua back up jika orang tua kandung kita sudah tiada. Bahkan mereka memiliki posisi dan derajat yang sama dengan orang tua kandung kita. Mengapa? Ya karena merekalah yang telah mendidik dan membesarkan pasangan hidup kita. Sayangnya, kita bertemu mertua sudah dalam keadaan tua. Kata orang, mertua/morotuwo adalah mendatangi dalam keadaan tua. Ya kitalah sang anak menantu yang datang kepada beliau dalam keadaan sudah tua.

Sebaliknya jaman sekarang, kita malah sering kali mendengar cekcok antara menantu dan mertua. Mulai dari hal-hal remeh temeh tentang meja makan yang kurang rapi dan bersih hingga urusan tanah yang sering berujung di meja hijau. Kerikil-kerikil perjalanan rumah tangga juga dibumbui dengan kisah campur tangan mertua yang serumah maupun tidak serumah, bisa bapak mertua maupun ibu mertua. Sedih kalau mendengar berita-berita gaduh antara menantu dan mertua.

Saya sangat beruntung dan bahagia memiliki mertua yang luar biasa menaruh amanah kepada anak dan anak mantunya untuk mengelola rumah tangga sendiri. Bahagia, ketika mereka masih senantiasa senang hati memberikan nasihat dan terus mengingatkan dalam banyak hal, terutama kesehatan dan beribadah. Bahagia, ketika mereka malah sengaja mampir menengok kita. Padahal seharusnya kita yang lebih sering-sering jenguk beliau,he he he,,,jadi malu nih. Bahagia, meski saya menemui mereka dalam keadaan renta namun keduanya sehat wal afiyat. Bahagia, ketika keluarga kecil kami hanya mampu memberi sedikit dari apa yang kami punya dan mereka menerima dengan tangan terbuka. Bahagia, ketika melihat senyum mereka bercanda dengan cucu-cucunya. Bahagia, ketika kita masih diberi kesempatan berbakti kepada keduanya (hikss,,,ngetiknya malah sambil mewek)

Kesempatan emas untuk meraih pintu surga katanya dengan berbakti dengan orang tua. Jika orang tua sudah tiada lalu bagaimana? Semoga mertua anda masih ada. Doakan agar mereka selalu diberi umur yang barakah. Berbaktilah kepada mereka. Bahagiakan mereka jika masih ada kesempatan.

Saya meneteskan air mata ketika pertama kali mendengar Waf mengucapkan doa kepada kedua orang tua dengan bahasanya sendiri. Ia ucapkan kalimat di bawah ini dengan lengkap, tapi masih cedal.
Allahummaghfirlii waliwaalidayya warhamhumma kama robbayaani shaghiira. Ya Allah ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku. Dan sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku di waktu kecil.”

Hati saya seketika langsung adem. Kebetulan Waf ngucapin ba’da adzan Magrib. Awalnya saya tidak paham. Lalu saya cermati lagi omongannya. Langsung saya mendekapnya dan meneteskan air mata. Mungkin ia hanya menirukan apa yang disampaikan gurunya di PAUD, tapi ucapan tersebut sangat mengena di hati setiap orang tua.

Jadi mulai sekarang berbahagialah anda jika masih memiliki mertua. Wujudkan bakti kita dengan selalu bersikap baik kepada mereka. Mumpung kita masih ada waktu. Mumpung kita masih sehat. Mumpung mereka masih ada.

Gegara Kucing Lahir di Internit, Saya Call 911 Indonesia (bagian 1)

Ditulis oleh @elliyinayin

Tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan betapa kuat peran media sosial di dalam hidup kita serta menunjukkan kepada dunia bahwa tidak semua orang bisa menerima keberadaan hewan piaraan, terkhusus kucing di dalam sebuah rumah. Jadi, saya mohon maaf bagi para cat lovers, agar kalian tidak perlu menghakimi kami sebagai kaum yang tidak sayang hewan. Agar kami juga tidak dihakimi sebagai pembenci hewan kesayangan Baginda Nabi Muhammad SAW.

Umumnya warga baru lebih sering berurusan dengan tetangga. Faktor rasan-rasan membuat kita merasa jadi gimana gitu. Tapi tidak bagi kami. Keluarga saya malah lebih sering berurusan dengan binatang-binatang. Mulai dari rumah semut yang ada dimana-mana (berkali-kali). Ayam tetangga meloncati tembok tinggi rumah bagian belakang (terjadi dua kali). Kotoran ayam tetangga di depan halaman rumah. Tikus dengan aksi luar biasa; nggrogoti beras, gandum, gula, mie, bahkan pintu belakang. Cicak yang dengan semena-mena nangkring di atas nasi panas yang sedang didinginkan, hingga kucing tak bertuan yang lahir di atas internit rumah.  Rasanya kok rumah ini seperti kebun binatang ya... :)

Sebagian orang suka dengan wajah lucu kucing atau biasa disebut dengan cat lovers, sebagian lagi merasa biasa-biasa saja dan sebagian lagi memiliki phobia kucing atau bahasa Jawa lebih akrab dengan istilah gilonan. Dalam konteks ini mungkin saya lebih tepat berada di golongan ketiga, gilonan.
^^^
Awal Desember 2017 ada hal yang janggal di dalam rumah, terkhusus di atas internit. Kecurigaan saya terbukti ketika melihat induk kucing yang tak bertuan perutnya telah mengempis. Artinya ia telah melahirkan sejumlah anak kucing. Saya meyakini bahwa ia telah meletakkan anak-anaknya di atas internit. Hanya kecurigaan-kecurigaan semata. Lalu setiap malam saya mulai mendengar suara bayi kucing, hingga suatu sore yang membuat saya bermuram durja adalah saat ada sesuatu menetes dari internit (catatan: internit gedhek terbuat dari bambu sehingga ada celah). Apa ini? Well well well, pipis anak kucing. Ingin rasanya meneriaki si bayi kucing, tapi itu bakal percuma.

Suami saya yang gilo kucing menyerahkan urusan ini ke saya. Ponakan yang pecinta kucing pun menolak membantu karena medannya tidak memungkinkan bagi dia.

Saya minta tolong kepada tetangga, tak seorang pun bersedia membantu ketika mengetahui posisinya. Saya minta bantuan kepada tukang bangunan yang ada di depan rumah, mereka juga menolak setelah saya beri keterangan dimana posisi bayi kucing berada. Apa yang harus saya lakukan? Kami mulai risih dengan suara krusek krusek dan bau tak sedap di bawah pintu masuk.

Tak habis akal. Saya nekad menuliskan status di Facebook untuk mencari bantuan. Di luar dugaan, status saya dibaca oleh para cat lovers solo (karena memang di share oleh teman agar segera mendapat bantuan). Di dalam kolom komentar, saya di bully habis-habisan.

Bersambung di bagian 2


The Real Tayo and Thomas, Mengajak Waf Naik Bus dan Kereta Api

Ditulis oleh: @elliyinayin

Public transportation is so much fun itulah konsep yang ingin saya tanamkan ke Wafa tentang transportasi umum.
Kereta Thomas

Bus Tayo
Anak siapa yang tidak mengenal bus Tayo dan kereta api Thomas? Jamak anak mengenal film kartun dengan peran utama Tayo si bus kecil ramah dan kereta api Thomas yang senang membantu. Karena hampir setiap hari Waf menonton Tayo (di TV) dan Thomas and his friends (di laptop) maka saya pun menjadi hapal seluruh soundtracknya baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris. Meskipun sebenarnya saya ingin menonton acara gosip, berita, atau sinetron (duh...ketahuan jiwa emak-emak nih) tapi saya ngalah demi tontonan yang sehat untuk anak.

Waf memang lebih sering naik motor (karena itu yang kami miliki) dan jarang naik mobil sehingga setiap kali diajak main sama budhe/pakdhe/ saudara lain dengan mengendarai mobil dipastikan Waf akan muntah beberapa kali di mobil. Usut punya usut, ternyata dia tidak kuat dengan AC. Jadi begitu terkena dingin AC maka perutnya langsung kembung dan berakibat muntah.

Keadaan sangat berbeda saat ia berada di Kelompok Bermain (KB) A Permata Hati Jebres Surakarta. Hampir setiap bulan ada kegiatan outing class yang mengharuskan ia berangkat dari sekolah menuju lokasi dengan menggunakan mobil, mini bus, atau bus. Kata Bu Yani, guru kelasnya, Waf sama sekali tidak nampak mual. Ia sangat semangat untuk naik bus, lagi dan lagi. Mabuk dan muntah pun tidak terjadi lagi.

Pasca pengambilan Laporan Perkembangan Anak Didik (LPAD) atau lebih sering dikenal dengan rapotan atau raport , saya terlanjur menjanjikan dia untuk naik Tayo (Bus Batik Solo Trans/BST). Meskipun tampak kurang fit pada hari tersebut, saya tetap memenuhi janji. Saya titipkan sepeda motor di sekolah Waf. Kemudian saya berjalan menuju halte terdekat. Saya yang buta rute bus kota berusaha mencari informasi. Ternyata tiket hanya seharga Rp 4.500 dan saya bisa berkeliling kota Solo hingga sampai Bandara Internasional Adi Soemarmo. Saya pun memilih rute kota. Waf sangat sabar menanti BST rute kota. Dia tampak begitu excited meskipun terlihat kurang sehat.

Sabar menanti BST
Tiket BST hanya Rp 4.500

Sengaja memilih kursi paling depan
Memilih tempat duduk paling depan agar dekat sopir bus adalah target saya. Tujuannya sederhana, agar ia dapat melihat Pak Sopir yang sedang menyetir serta menikmati suasana jalan dan tentunya menghindari mual. Saya pribadi masih harap-harap cemas soal kebiasaan mual dan muntah Waf saat berkendara. Berkeliling kota tanpa tujuan ternyata asyik juga. Saya hanya ikuti rute bus hingga berhenti di Halte Solo Grand Mall. Jauh, lebih dari 30 menit kami di dalam bus. Sepanjang perjalanan, ia diam, sembari ngomong berulang kali, “Naik Tayo ya Bu.” Itulah pengalaman perdana Waf naik bus kota bersama saya.



Otw Gembira Loka Zoo
Esoknya, ia minta naik Tayo lagi. Hal itu tidak mungkin saya penuhi. Lalu saya dan Bapaknya Waf menjanjikan liburan akhir tahun ke Gembira Loka Zoo di Yogyakarta dengan menaiki bus dan kereta api. Rasanya seperti backpacker bersama balita. Kami hanya bertiga. Berangkat menuju terminal Tirtonadi lalu naik Bus Mira ke arah Yogyakarta dan turun di Bandara Adi Sucipto. Kemudian oper dengan Bus Trans Jogja dari Maguwo sampai dengan depan Gembira Loka Zoo. Lima jam kami berada di kebun binatang. Puas, Waf sangat puas. Kami istirahat sejenak di masjid di luar kebun binatang, mandi, sholat, makan malam, lalu menuju ke Stasiun Maguwo.

Di stasiun ia melihat kereta api lalu lalang. Ia melihat Thomas dan Teman yang sesungguhnya. Kereta api Prameks jam terakhir maka otomatis seluruh kursi penuh. Saya menyuruh Waf agar duduk di bawah bersama saya. Di kereta api, dia tidak tidur sama sekali. Sesekali terlihat menguap dan mengantuk tapi ia bertahan menikmati laju Prameks ke arah Solo. Dia dipangku Bapaknya, sedangkan saya tak kuat menahan letih dan kantuk. Sepanjang perjalanan ia ceriwis terus, ngomong dan nyanyi terus menerus membuat mata khalayak tertuju kepada kami. Inilah konsekuensi memiliki anak kreatif dan memiliki rasa penasaran yang tinggi. Dinikmati saja kali ya, meski mulut kami berdua terkadang capek harus merespon setiap yang ia tanyakan dan ia komentari.

Hingga tiba di rumah, mabok dan muntah yang kami khawatirkan sama sekali tidak terjadi. Sepertinya rasa senang membuat ia lupa semuanya. Mengajak Waf melakukan perjalanan dengan angkutan umum merupakan salah satu cara yang ampuh untuk membiasakan dia berkendara selain motor pribadi dan tentunya melatih agar tidak mabuk-an. Saya sengaja mengajarkan dia naik angkutan umum sebelum dia tahu/sadar bahwa umumnya orang  menganggap naik public transportation  di Indonesia sebagai sesuatu yang “rendah”. Sedikit tips orang tua saya, kalau bepergian pusarnya ditutup koyok Salon Pas biar hangat terus.  Hal ini pun saya terapkan ke Wafa, hehe...Setidaknya membantu menghangatkan perut sekaligus mengurangi perut kembung.

Sebelum naik kereta Prameks dari Stasiun Maguwo ke Stasiun Balapan, sebenarnya Waf sudah pernah naik kereta api. Saat itu, kami sekeluarga penasaran dengan kereta api Werkudara yang merupakan kereta wisata dengan tujuan Stasiun Wonogiri. Waf pun kami ajak, meski saya merasa ini terlalu dini bagi Waf untuk diajak “dolan” ke Waduk Gajah Mungkur, tapi ya sudahlah jalan aja, bismillah sehat.

Waf juga sudah sempat menaiki kereta api Prameks arah Kutoarjo saat kami ada acara di rumah saudara. Ia pun menikmati semuanya. Sayangnya saat moment naik kereta api Werkudara dan Prameks Kutoarjo ia sama sekali belum mengerti apa itu “naik kereta api”.

Saya suka sekali dengan slogan BST, "Ayo naik bus, biar nggak macet". Pokok e using public transportation is so much fun ya Waf. Murah meriah, bersih, nggak capek, nggak panas, dan mengurangi kemacetan. Setiap kali macet maka saya katakan ke Waf, "Si Komo lagi lewat Waf." Ia pun akan bernyanyi Si Komo sampai usai.

Minggu, 25 Februari 2018

Sering-seringlah memberi tips kepada pelayan: 10 Hari Menjadi Pelayan Restoran (Bagian 2)


Ditulis oleh @elliyinayin

Pagi-pagi datang kira-kira pukul 07.30 WIB, saya harus sudah mulai melipat tissu, menata kursi dan memastikan meja sudah bersih. Menyapu jika ada sedikit kotoran yang jatuh. Membersihkan wastafel jika tampak sedikit sisa makanan yang berceceran. Pekerjaan itu tidak saya lakukan sendiri, namun ada beberapa partner. Kalau sedang sepi pelanggan pada jam-jam tertentu, maka saya dituntut untuk kreatif dan peka melihat pekerjaan teman yang mana yang perlu dibantu.

Saya ingat sekali saat di lantai dua akan ada sebuah pesta pernikahan. Seharian saya mengelap piring, lepek, sendok, garpu dan segala alat yang akan digunakan. Bisa kalian bayangkan betapa tangan ini sakit seharian mengelap barang-barang tersebut. Lebih berat lagi dan tidak tega saat saya mengetahui teman-teman saya yang laki-laki diminta bos untuk memasukkan dan mengeluarkan kembali kursi-kursi yang akan dipakai. Apa yang saya lap, kira-kira berjumlah 200 s/d 300 pcs untuk satu jenis alat, jadi bisa dikalikan sendiri. Dan pekerjaan itu akan terulang kembali jika keesokan harinya ada pesanan lagi. Saat mengelap sudah usai, maka keringat pun bercucuran, ehh ini beneran lho J Oh tidak, tentu saya harus membantu teman saya yang lain untuk menata meja lalu menutupinya dengan kain yang telah disiapkan lalu memasangnya dengan paku pines. Ups, ini benar-benar membuat saya mengucurkan air mata, karena sangat sulit bagi saya yang tidak punya kuku panjang dan tidak ada bantuan alat dalam memasang dan melepas paku pines. Ujung kuku saya selalu merah dan hampir berdarah sedangkan telapak tangan saya, ya gitu deh rasanya. Sakit lagi, saat teman laki-laki mengatakan, “Manja banget sih Mbak, gitu aja ga bisa.”

Tidak berhenti sampai disitu. Sebelum mempelai datang, ada seorang teman lagi yang bertugas untuk memastikan bahwa ada sekelompok yang lain yang telah menata, mulai dari membuat teh, menata gelas untuk dituangi minuman karbonasi dan air mineral, memastikan dekorasi sudah tertata rapi, meja sudah tercover sesuai pesanan, snack jumlahnya tidak kurang, hingga main course yang tidak basi.

Well, saat acara berlangsung, saya dipercaya untuk menuangkan spirtus dan membawa korek api untuk dinyalakan saat nasi, lauk, sup dituang dalam wadah. Bagi saya itu sebuah kehormatan, mengingat spirtus dan korek api adalah kombinasi yang sangat berbahaya. Bayangkan saja, jika saya menaruh dendam dengan Bu dan Pak Bos, tentu saja dengan mudah saya membakar resto dan tempat tinggalnya. Hehehe… tapi itu tentu tidak akan saya lakukan. Saya masih waras J

Saat pesta ala prasmanan, maka saya harus segera membersihkan segala gelas, piring, mangkuk yang diletakkan para tamu secara sembarangan. Namun, jika pesta ala piring terbang alias bukan prasmanan, maka saya dan kawan-kawan harus bekerja extra keras, gerak cepat untuk “melemparkan” piring-piring tersebut ke para hadirin sekaligus menarik piring kotor yang ada di bawah kursi para tamu. Capek? TENTU. Berkeringat? SANGAT. Pekerjaan sebagai pramusaji itu sangat multitasking dan menguras tenaga. Selain kerja fisik, anda juga dituntut untuk selalu senyum kepada para customer. Kami pun tidak boleh saling iri, antara yang kerja di tempat dingin (area makan dan pelayanan) dan di tempat panas (area teman-teman yang masak di dapur).

Apakah saat para tamu yang hadir di pernikahan mulai pulang, maka pekerjaan kami juga usai? TENTU TIDAK. Kami masih harus membuang sisa makanan tamu, mengumpulkan semua piring, gelas, sendok, garpu dan semuanya. Menumpuk kursi dan memasukkannya di gudang, menggulung karpet merah. Mengembalikan panci-panci yang menu nya kami pesan dari luar serta mengepel seluruh ruangan.

Saat itu, saya mengenal seorang perempuan yang usianya sekitar 35 sd 40 an. Saya tidak mengetahui namanya. Yang saya tahu, jobdesnya dari pukul 7 pagi hingga 9 malam hanyalah mencuci piring, gelas dan segalanya. Saya sempat shocked saat mengetahui, dia adalah satu-satunya tukang cuci di resto tersebut.

Jadi, teman-teman bisa membayangkan, dibalik usaha kuliner/resto yang sukses, ada seorang pramusaji, tukang cuci piring, tukang angkat-angkat kursi, sopir yang siap sedia mengantarkan alat dan makanan ke spot yang akan dituju dan segala hal yang mendukungnya untuk sukses. Mereka semua bekerja tulus ikhlas demi rizki yang halal. Namun, seringkali seorang customer membutakan diri akan sebuah behind the scene sehingga makanan tersaji di meja.

Kami lebih sering menerima keluhan dibanding pujian. Tips pun tak seberapa dan jarang. Di resto tempat saya bekerja, uang tips akan dikumpulkan oleh bagian kasir sebagai celengan seluruh karyawan. Tujuannya jika sewaktu-waktu ada piring, gelas, atau apapun yang pecah karena kesalahan kita, maka uang tersebut digunakan untuk menggantinya. Sadis abis.

Melalui tulisan di atas, penulis berharap agar para konsumen lebih bijak serta bisa belajar menghargai waiter/waitress/servant/pelayan/pramusaji restoran ya. Upah kami tak seberapa dari sang juragan. Jadi sering-seringlah memberi uang tips agar kami juga semangat melayani anda J.

Ulun Bangga Memanggil Pian-Abah Mamak



foto abah mama edit
Abah (alm), saya, Mamak. Wisuda IAIN Surakarta 22 September 2012
Ditulis oleh @elliyinayin

Tulisan ini tidak ada maksud SARA. Hanya untuk sekedar mengenalkan identitas diri yang sering dipertanyakan oleh kanan kiri.



Tentu tak banyak anak yang mempertanyakan hal sepele mengapa kami memanggil orang tua dengan sebutan yang berbeda-beda. Ada yang memanggil dengan Bapak Ibu, Papa Mama, Abi Umi, Babe Enyak, Abah Umi, Pipi Mimi, Mama Mimi, Bapa Biyung, Daddy Mommy, dst. Apakah hal di atas hanya semata-mata kesewenangan orang tua ingin dipanggil si anak dengan sebutan apa?

Saya (+-2 tahun) digendong Abah

Ah... saya meragukan hal tersebut. Jika itu hanya kesewenangan orang tua atau sekedar kebiasaan di daerah tertentu dimana orang tua tinggal dan si anak dibesarkan, mengapa saya tak pernah bisa menjawab pertanyaan teman sekolah hingga saya kuliah? Pertanyaan sangat sederhana mengapa saya memanggil Abah Mamak, bukan panggilan sewajarnya di lingkungan sekolah saya seperti Bapak Ibu.

Tidak hanya teman sekolah, guru sekolah pun banyak yang bertanya. Mengapa saya tidak menggunakan istilah Abah Umi atau Abi Umi seperti orang keturunan Arab. Mengapa juga bukan Bapak Ibu atau Ayah Ibu seperti teman-teman sekolah yang lain yang asli Jawa? Semakin saya merasa aneh yaitu ketika masuk sekolah pasca liburan. Saya bercerita ke teman bahwa saya berlibur di rumah Ninik dan Kaik di Pasuruan. Teman saya malah bertanya, “Ninik itu siapa?”. Lalu saya jawab, “Ninik ya Ninik. Masak kamu nggak punya Ninik?” Itu jawaban saya saat masih kelas 1 SD. Karena pemikiran bahwa semua teman juga memanggil Ninik dan Kaik untuk sebutan Nenek dan Kakek. Sayangnya, saya sama sekali kami tidak pernah mendapat penjelasan di rumah terkait hal-hal di atas. Bahkan soal istilah makanan saja, terkadang saya dengan teman kuliah menjadi berselisih. Saya mengatakan bahwa ini paes pisang, sedangkan teman ngotot bahwa ini namanya nogosari. Eh, tenyata dua istilah itu mengacu pada jajanan yang sama.

Hingga suatu saat di usia 25, saya mendapatkan beasiswa dari Kementerian Agama. Saya bertemu banyak teman dari berbagai daerah di Nusantara. Salah satunya adalah Kak Tara yang bernama lengkap Siti Tarawiyah. Dia asli Banjarmasin. Dia bukan roomate saya ketika di asrama. Kebetulan saja saya sedang mampir di kamarnya dan mendengarkan dia telpon dengan anaknya. Di kamar itulah saya mencuri dengar istilah-istilah Abah Mamak, Kaik Ninik, guring, dst. Lalu saya sampaikan ke Kak Tara bahwa sejak kecil saya juga memanggil demikian namun kami tidak berlogat Banjarmasin. Untuk Paman, saya gunakan kata “Bah” yang berasal dari kata “Abah”. “Mak” dari kata “Mamak” untuk istilah tante. Saya juga masih menggunakan istilah Acil, Julag, Ulun, Pian, dan Ikam. Tidak hanya itu, jajanan sehari-hari saya masih sangat dekat dengan amparantatak, sarimuka, paes pisang (nogosari), pepesan, cucur, cincin, bingka pisang, dan bingka kentang. Masakan pun, saya masih menggunakan istilah Masak Habang untuk sejenis Rendang, Soto Banjar, Masak Ayam Kuning, Sate Banjar, dst. Saya bertanya ke Kak Tara. “Kak, mengapa saya memanggil Abah Mamak?” Lalu Kak Tara menjawab,”Ya karena kamu orang  Kalimantan, Banjarmasin Yin....”. Dengan intonasi bicara Kak Tara yang khas. “Kalau orang Banjarmasin, ya pasti manggilnya Abah Mamak,” sambungnya.



Saya memang pernah mendengar sekilas tentang perantauan orang Banjarmasin terkhusus Martapura yang menjadi pusat intan berlian. Mereka sengaja merantau jauh-jauh ke Jawa untuk berdagang intan permata, salah satunya di daerah Jayengan, Serengan. Entahlah kapan itu terjadi. Meski Ninik Kaik saya baik dari pihak Abah maupun Mamak memang lahir di Banjarmasin tapi Abah Mamak sudah lahir dan besar di Solo tepatnya Jayengan. Kakak saya nomor 1,2,3 sudah pernah diajak ke Martapura untuk silaturahmi ke para sesepuh. Tapi saya, kakak ke 4 dan 5 belum pernah diajak kesana.

Kampung Jayengan yang berada di Kecamatan Serengan, Kota Surakarta, dulu banyak didominasi orang asli Banjarmasin. Mereka semua masih berbicara dengan Bahasa Banjar dan logat Banjarmasin yang sangat kental. Warung Banjar yang menyediakan berbagai makanan khas Banjar juga masih beroperasi hingga sekarang. Seiring berjalannya waktu, asimilasi dan akulturasi terjadi. Dulu, pemikiran orang lama harus menikahkan anak dengan sesama yang masih asli berdarah Banjarmasin. Tapi pemikiran di atas lama-lama tidak relevan. Jawa dan Banjarmasin pun berkolaborasi. Banyak dari mereka yang bersatu melalui pernikahan. Sehingga anak turunnya sudah bercampur Jawa-Banjar, seperti nasib anak saya, hehehehe...Kami pun juga mengadaptasi istilah, yang dulunya saya memanggil Ninik Kaik, kini anak saya memanggil Nenek-Kaik.



Pernah suatu saat saya makan di warung Banjar dengan menu favorit yaitu Soto Banjar. Sebelah saya Bapak-bapak. Saya tahu kalau dia tinggal di kampung sebelah. Namun saya tidak tahu namanya. Saya ngobrol dengan calon suami dengan menggunakan aku-kamu. Bapak tersebut lalu menanyakan dimana saya tinggal dan siapa nama Bapak saya. Lalu ia mengatakan, “Kalau bukan orang Banjar, nggak mungkin makan disini. Oalah ikam anaknya Bah xxx to?”. Saya jawab, “Nggih.” Ia pun melanjutkan dengan kata-kata yang menohok, “Nggak usah pakai aku-kamu, kayak artis di TV saja. Pakailah Ulun atau Sorong. Nanti tak laporin Abah kamu lho.”

Semenjak ketemu Kak Tara, saya sadar dan bangga ketika menyebut istilah Abah Mamak di depan orang lain. Meski teman saya mayoritas orang Jawa, tapi itu bukanlah alasan untuk mengganti Abah Mamak menjadi Bapak Ibu di depan mereka.

Sabtu, 24 Februari 2018

Sering-seringlah memberi tips kepada pelayan: 10 Hari Menjadi Pelayan Restoran (Bagian 1)


Ditulis oleh @elliyinayin

Saya sempat bekerja di sebuah institusi pendidikan tinggi negeri di Kota Bengawan sekitar 3.5 tahun. Sering kali saya menghadiri sebuah acara karena sebuah tugas liputan maupun murni hadir karena undangan. Tak jarang pula, di tengah acara maupun akhir acara, dalam kegiatan tersebut diselingi dengan coffee break dan santap siang, yang terkadang disajikan dalam bentuk snack box dan lunch box maupun self service (prasmanan).

Kantor mengadakan acara Halal Bihalal dalam rangka merayakan hari raya Idul Fitri 1437 H yang diselenggarakan di gedung lantai 3 (note: gedung tanpa lift). Setelah prakata sambutan dan sedikit pembinaan dari pimpinan, maka kami dipersilakan untuk santap siang ala prasmanan. Disana ada menu pembuka, seperti sosis goreng dan jajan pasar. Ada main course berupa nasi serta lauk pauk dan lontong opor ayam. Sedangkan untuk menu penutup tersedia es buah. Air mineral, teh hangat pun tersaji.

Namun, dalam tulisan ini, bukan menu maupun apa yang tersaji dalam prasmanan tersebut yang menjadi fokus saya. Saya lebih menyoroti sebuah behind the scene sehingga santapan tersebut dapat tersaji rapi di meja.

Tahun 2013, saya pernah bekerja di sebuah resto di daerah Keprabon, Solo. Resto tersebut milik  Cina. Meskipun akhirnya saya hanya bertahan 10 hari, namun bagi saya 10 hari tersebut sangat bermakna dan membuka mata saya lebar-lebar tentang dunia kuliner dan event.

Sebelum berbicara tentang bagaimana beratnya pekerjaan seorang pramusaji dan koki di dapur. Saya akan menyampaikan tentang alasan saya sengaja melamar  menjadi seorang pramusaji di resto tersebut. Saat itu, saya sedang mengajar di sebuah sekolah perhotelan dan pelayaran. Meskipun saya mengampu mata kuliah Bahasa Inggris, namun tentu saja butuh pengalaman riil tentang sebuah service di sebuah hotel, khususnya melatih good behavior dan manner, serta melatih interaksi antara customer dan servant. Saya juga dituntut untuk mengerti dan memahami perasaan seorang pramusaji yang lebih sering mendapat complain dibanding pujian. Tidak hanya sampai disitu, saya pun juga harus mampu untuk memberikan solusi kepada siswa-siswi saya saat mereka melempar berbagai pertanyaan yang lebih mengarah pada praktik dibanding teori.  Pada intinya, saya butuh pengalaman nyata dan mengasah psikis saya agar peka dengan apa yang diinginkan oleh customer.

Pernahkan terlintas di pikiran anda betapa berat mengangkat meja, piring, gelas, dsb hingga lantai 3 tanpa lift? Itu sangat berat kawan. Kisah detailnya ada di bagian 2 ya..

Nge-Mall Gratis Parkir, Rasanya Hanya di Transmart

Ditulis oleh: @elliyinayin
Siapa sih warga Solo dan sekitarnya yang belum nyempetin mampir ke Transmart  Solo Pabelan? Peresmian yang sudah berlangsung sekitar 2 bulan yang lalu tepatnya 1 Desember 2017 itu telah menyedot banyak perhatian masyarakat dikarenakan adanya Trans Studio Mini. Konsep one  stop shoppingnya ini lho yang paling digaungkan oleh Transmart . Jadi kita dapat belanja, makan di foodcourt, serta bermain bersama keluarga di wahana Trans Studio Mini. Siapa sih yang tidak ingin mencoba?

Akhir Desember 2017, saya bersama keluarga sengaja menyempatkan diri kesana. Ikut-ikutan kepo dan selfie bersama dinosaurus. Suami pun juga turut kepo untuk menjajal roller coaster mini. Kalau saya sebagai IRT sih tujuannya adalah membelanjakan beberapa voucher yang kami punya dari Carrefour. Meski masih berjubel dipadati para pengunjung, namun saya sangar menikmati suasana tersebut. Saat itu, saya sudah merasa ada yang sedikit berbeda dari konsep Transmart dibanding mall yang lain. Saya sangat nyaman dengan dengan Musholla nya yang bersih. Toilet yang bersih serta penyediaan Nursery Room untuk ibu menyusui. Selainnya saya belum sadar apa yang berbeda.

Hari ini (30/1) saya ke Transmart lagi. Tapi fokus untuk belanja bulanan dengan menggunakan 4 voucher Carrefour. Kok bisa dapat voucher lagi? Lain kesempatan akan saya tuliskan mengapa saya berkali-kali dapat voucher ya..hehe...Di kesempatan inilah saya sadar bahwa Transmart memang unik.

Sedang antri di kassa 18, saya menemukan tulisan di atas. Makin sadar saat yang diputar lagu lokal.
Pertama, backsound saat belanja (area Carrefour). Seringnya kita mendengarkan lagu-lagu pop atau western saat di mall kan. Tapi di sini kita diputarkan musik keroncong dan dangdutan. Musik lokal yang sepertinya sengaja diperdengarkan untuk pengunjung. Saya memang belum sempat bertanya kepada salah satu karyawan mengapa bukan lagu pop yang diputar. Namun saya menduga bahwa musik itu diputar karena Transmartnya ada di Solo. Jadi belanja barang di Carrefour malah terasa seperti di Pasar Klewer. Hehehe....

Kedua, saya mendapatkan free parking gegara belanja. Baru kali ini rasanya sebuah mall memberikan fasilitas potongan biaya parkir jika pembelanjaan di atas nominal tertentu (Rp 150.000). Karena counter dan kassa susu anak terpisah, maka saya harus membayar susu di kassa khusus susu. Lalu Mbak kasir bertanya, “Ibu naik motor atau mobil?” Saya jawab kalau saya naik motor. Lalu ia memberikan struk gratis parkir. Ia melanjutkan “Kalau Ibu parkir di area Transmart nanti tunjukkan saja karcis ini maka ibu akan mendapat diskon parkir.” Seingat saya nominalnya hanya Rp 1.000. Tapi kalau sudah jiwa ibu-ibu itu mendapat potongan biaya parkir tuh rasanya WOW banget. Seribu rupiah serasa 1 juta rupiah. Intinya bersyukur saja agar terasa buanyak terus.

Alhamdullillah, lumayan mendapat Free Parking Receipt
Saya lanjutin ke kassa bawah untuk setengah troli barang yang akan saya bayar. Antri 1 customer itu nggak lama kok. Mari bersabar sejenak. Begitu giliran saya tiba, saya katakan kepada petugas kassa bahwa saya hanya akan membayar barang dengan nominal sisa voucher yang ada. Kalau nanti voucher ga cukup maka sebagian barang tidak jadi saya beli. Ceritanya ngiriiit uang cash. Setelah selesai transaksi, si mbak kasir ini bertanya juga apakah saya mengendarai mobil atau motor. Lagi-lagi saya jawab motor. Dengan ramah dan penuh senyuman ia pun memberikan free parking ticket. Alhamdulillah batin saya. Jadi saya mendapatkan 2 x Rp 1.000. Sedangkan di Transmart  Solo memberlakukan tarif parkir flat Rp 2.000 untuk sepeda motor. Artinya saya mendapatkan fasilitas bebas biaya parkir. Sebagai informasi dari satpam, jika kita menghilangkan tiket parkir motor, maka kita harus membayar denda Rp 27.000.

Hal di atas itulah yang membuat Transmart dan mall lain terasa beda bagi saya. Saya pun menemukan nuasa berbelanja yang baru.


Suasana Trans Studio Mini saat di hari dan jam kerja

Tak ada seorang pun yang sedang bermain

Jumat, 23 Februari 2018

Gembira dan Ceria Mengenalkan Kegiatan Renang kepada Anak

Ditulis oleh @elliyinayin

Kalau dipikir-pikir, Wafa sudah ikut berenang semenjak dalam kandungan. Kok bisa?
Bayi dalam kandungan sejatinya memang 'mengapung' dalam cairan ketuban. Selain itu selama hamil, setiap minggu saya pasti berenang. Bukan berenang main air, tetapi berenang untuk olahraga dan kadang saya pakai bantuan flotador (sejenis pelampung untuk membantu ibu hamil). Bahkan waktu sepuluh jam sebelum Wafa lahir, saat itu saya berencana akan berangkat berenang bersama kakak di sore hari. Rencana tersebut batal karena ternyata kontraksi melahirkannya sudah datang.
Sempat saya bercita-cita ingin menjadi atlet renang, tetapi terlambat karena keterbatasan usia dan dana. Sempat mengajar dan melatih renang selama kurang lebih 5 bulan, lalu berhenti karena menikah. Keadaan di atas memotivasi saya agar Waf juga turut mencintai olahraga sunnah ini.
Waf usia 7 bulan
Di klinik Asy-Syifa, Waf usia 7 bulan
Waktu Waf berusia enam bulan, saya belikan kolam renang plastik dengan kedalaman 90 cm.  Setiap Sabtu, saya renangkan dia kolam tersebut maksimal 15 menit. Sesekali saya ajak dia ke babyspadekat rumah agar berganti suasana. Saat itu Waf berenang masih menggunakan pelampung leher untuk bayi. Saya berpikir bahwa anak harus akrab dengan air agar kelak lebih mudah mengajarkannya berenang.
Beranjak usia setahun, Waf saya ajak ke kolam besar Tirtomoyo Manahan, masih dengan pelampung lehernya. Ia nampak sangat menikmati bermain air, menggerakkan kakinya sebisa mungkin agar dapat mencapai tangan saya. Dengan riang gembira ia lambaikan tangan ke neneknya yang sedang duduk di tribun penonton. Sesekali saya lepas pelampung lehernya lalu saya masukkan seluruh tubuhnya ke dalam air. Ini bukan penyiksaan, ini adalah latihan. Setahu saya seorang anak tetap akan refleks meniup saat di dalam air. Dan apa yang terjadi? Ia tersedak karena meminum air kolam. Itu hal yang sangat biasa. Dengan sabar, saya katakan terus-menerus bahwa kamu bisa, bisa, dan pasti bisa.
Menjelang usia dua tahun, saya belikan Waf baju renang. Sudah saatnya ia menggunakan baju renang. Badannya yang tinggi sudah harus ditutupi. Saya rasa karena genetik dari simbah putri dan didukung renang, setiap bulan tinggi Waf meningkat dari 0,5 cm hingga 1 cm. Sesekali ia berenang masih dengan pelampung leher. Saya dan bapaknya lebih fokus pada latihan pernapasan: bagaimana agar Waf bisa meniup di dalam air dan refleks meniup saat air datang menghampiri mulutnya karena riak-riak kecil.

Nyatanya memang harus telaten, kontinyu dan sangat istiqomah untuk mengajak anak latihan berenang seminggu sekali. Saat Waf berusia 2,5 tahun, bapaknya berinisiatif membelikan kacamata renang. Bukan kacamata renang murahan tetapi keluaran merk alat olahraga, merk standar untuk latihan yang karet kepala dan hidung adjustable, agar Waf dapat menggunakannya sendiri dengan nyaman.
Apakah jadwal renangnya tak pernah bolong? Pernah dong. Saat bulan Ramadan dan saat dia masuk angin atau kelihatan kurang fit, pasti kami tunda latihan renangnya.
Di kolam renang Tirtomoyo Manahan, Waf usia 34 bulan
Di luar dugaan, latihan 2,5 tahun tersebut tidak sia-sia. Kini Waf sudah bisa menggerakkan kaki dengan gaya katak. Ia bisa kesana kemari dengan bantuan flotador yang diikat tanpa berpegangan pada kami, tidak ada rasa khawatir pun terlintas di wajahnya. Bahkan wajah takut atau jera minum air kolam pun tidak ada. Ia sudah bisa refleks meniup jika riak air datang menghampirinya. Alhamdulillah. Sebagai catatan, Waf (3 tahun) sangat jarang bermain di kolam anak. Ia selalu kami ajak di kolam pemula (1.25m) atau kolam besar (1.7 m).
Berikut beberapa tips yang harus Urban Mama dan Papa perhatikan sebelum, saat, dan sesudah mengajak anak berenang (untuk anak usia 0-3 tahun):
  1. Sebelum berenang, pastikan si kecil dalam keadaan sehat dan tidak mengantuk.
  2. Pastikan perut si kecil tidak kosong. Minimal sudah minum susu atau makan snack, tetapi usahakan jangan terlalu kenyang karena hal ini membuat perutnya kurang nyaman berada di dalam air.
  3. Dampingi selalu si buah hati selama berenang. Jangan pernah menakut-nakuti, apalagi setelah ia tersedak karena meminum air kolam.
  4. Sampaikan kepada si kecil bahwa dia pasti bisa, pasti bisa dan kamu adalah anak hebat.
  5. Untuk anak di bawah usia 1,5 tahun disarankan cukup 15 menit saja di dalam air. Sedangkan usia 1,5-3 tahun maksimal 30 menit. Hal ini untuk menghidari anak menjadi biru dan kedinginan.
  6. Setelah selesai, bilaslah badannya dan pastikan perut anak diolesi minyak angin agar hangat, anak minum air putih yang banyak (menghindari dehidrasi) dan makan.
  7. Setelah selesai semua, ajaklah anak istirahat atau tidur untuk memulihkan tenaga.
  8. Terakhir setelah bangun tidur, ajaklah ia mengingat ulang kebahagiaan saat berenang.
 Sebagai orangtua, kami tidak pernah memaksa Waf untuk mencintai olahraga ini, tetapi kami berusaha mengenalkan dan mengarahkan agar ia mampu menguasai renang dengan penuh keceriaan dan kegembiraan. Semoga tips ini bermanfaat untuk Urban Mama dan Papa yang hendak mengenalkan kegiatan berenang kepada anak. Selamat berenang!



Menu Favorit Waf di Warung Makan Barokah Al Basith

Ditulis oleh: @elliyinayin

Setiap pagi umumnya para ibu sibuk dengan kegiatan domestik mulai dari mencuci baju, piring, menyiapkan sarapan untuk keluarga dan persiapan anak sekolah. Khusus untuk memasak, saya merasa itu bukanlah hal wajib yang harus saya kerjakan di pagi hari.

Mas Cahyo lebih sering sarapan oatmeal dan susu, sedangkan Waf dapat menikmati apa saja baik sayur berkuah maupun tidak. Kalau kami bertiga bangun kesiangan, soal sarapan Waf pasti saya serahkan ke Warung Makan Barokah Al Basith atau lebih dikenal dengan Warung Barokah.

Warung makan ini sudah berdiri cukup lama. Pemiliknya adalah tetangga se RT, beliau bernama Rini Rahmawati. Lokasinya di Jalan Kartika No 8B, Ngoresan, Jebres. Setiap pagi hingga siang, warung barokah tak pernah sepi pengunjung. Pilihan menunya banyak banget. Mulai dari soto sapi, soto ayam, masakan sayur rumahan dengan aneka lauk,rambak dan kerupuk, serta jajanan pasar. Lengkap, enak, murah. Harganya pas di kantong mahasiswa maupun non mahasiswa. Lha daripada kita ribet di dapur pagi-pagi, sesekali libur memasak juga nggak papa kan.

Kalau saya belok kesini, pastilah menu yang ditunjuk Waf adalah oseng soun pedas dan kering tempe.  Aneh saja, saya dan Mas Cahyo tidak tahan dengan rasa pedas, tapi Waf begitu lahap dan semangat jika makan oseng soun Barokah. Bagi saya yang kurang doyan pedas, tetap saja oseng soun ini bikin melek dan nangis. Tapi enak kok, pedasnya tuh pas bagi yang doyan pedas. Apalagi kering tempenya. Suka..suka..suka sekali dengan daun jeruk yang bertebaran dimana-mana. Aromanya segar menggugah selera. Yang tak kalah penting dan selalu menjadi prioritas saya dalam memilih warung adalah kebersihan dan keramahan penjual. Dua hal itu merupakan syarat wajib bagi kami dalam memilih warung makan.

Warung makan barokah juga menerima pesanan lho. Kontak langsung saja dengan sang empunya via WA  087836063388. Selamat mencoba dan selamat berkuliner.
Soto sapi dan kare ala Barokah

Tempe kering kesukaan Waf

Pilihan sayur dan lauk di Barokah. Soun pedas no 5 dari kiri

Pilihan lauk dan jajanan di Barokah

Barokah tampak depan